Sunday, May 22, 2011

Seniman Jogja, Manusia Vs Monyet

Jogja, merupakan kota wisata dan budaya jadi tak heran jika anda bertemu banyak seniman dijogja entah dimana pun itu. Kisah ini aku tuliskan karena terinspirasi saat aku menghadiri suatu acara di kota jogja.

Suatu pagi sekitaj pukul 8 waktu jogja saya melintasi jalan lingkar utara di daerah jogja guna mengikuti suatu acara di daerah Condong Catur. dalam perjalanan menuju tempat acara di perempatan karena lampu menunjukkan lampu merah dengan seketika seniman jalanan mulai beraksi. Seorang wanita paruh baya menari ditengah jalan raya di depan para pengguna kendaraan yang sedang menunggu lampu kembali hijau dengan diiringi suara gamelan yang bersumber dari salah satu sudut jalan yang dimainkan oleh partner penari tersebut. dengan wajah yang telah dipenuhi oleh "Make Up" dan dengan pakaian penari yang telah dipersiapkan sebelumnya disertai dengan peralatan tari seadanya, sang penari menunjukkan bakatnya kepada para pengguna jalan raya yang lelah menunggu lampu meng-hijau.

Disisi lain terdapat pula seorang seniman topeng monyet yang membawakan pertunjukan monyet dengan segala macam atraksi yang sangat mengagumkan dari monyet peliharaannya yang dapat memanjakan para pengguna jalan raya dengan aksinya.

sepintas hal tersebut terlihat wajar didepan mata namun terdapat satu hal yang menggelitik batin saya setelah saya menghadiri acara di Condong Catur. Saya mengikuti acara hingga waktu zuhur dan setelah itu saya dan teman2 melaksanakan shalat bersama di masjid tempat acara berlangsung. karena acara telah berakhir maka kami berniat melanjutkan perjalanan pulang dengan sekalian mencari tempat makan siang di daerah sekitar. maka kami melewati jalan yang sama saat datang tadi yaitu perempatan ring-road tempat para seniman tadi beraksi.

Kami makan di daerah dekat lampu merah, dengan waktu yang kami punya kami makan dengan lahap dan santainya hingga tak terasa waktu berlalu begitu cepat. tak terasa waktu menunjukkan pukul setengah tiga (14:30) dan kami langsung bertolak kekos masing-masing. namun sebelum itu kami melewati kembali lampu merah tadi, disana masih terlihat para seniman beraksi dengan bersimbah keringat mereka. dan satu pertanyaan muncul ketika saya melihat pertunjukan topeng monyet untuk kali ini yaitu monyet yang beraksi melakukan gerakan shalat yang dibimbing oleh pelatihnya hingga melakukan salam.

sepintai itu pertunjukan yang sama yang ditampilkan bagi para pengguna jalan namun bagi yang sering bolak balik melihat pertunjukan itu mungkin agak bosan. pertanyaan batin saya yaitu: apakah seniman itu tidak shalat zuhur? melihat mereka bekerja disana seharian tanpa berpindah tempat.
peryataan saya untuk seniman tari:
1. saya berfikir, bisa saja mereka non-muslim sehingga mereka wajar tidak melakukan shalat.
2. untuk seniman topeng monyet? apakan dia non-muslim juga?
sebagian besar logika saya menjawab: ya dia muslim.. buktinya dengan lancar monyet yang diajarkan dapat melakukan gerakan shalat dari takbiratul ihram hingga salam.

begitu pandainya seorang seniman mengajarkan si monyet melakukan shalat sedangkan diasendiri tidak melaksanakan shalat-nya. monyet yang tidak punya akal pikiran mampu melakukan gerakan shalat yang diajarkannya, namun dia yang mengajarkannya tidak melakukanya dalam kehidupannya.

dalam Qs.As-shaff dijelaskan : "amat besar kebencian Allah jika kamu mengataka apa yang tidak kamu kerjakan"

secara tidak langsung si seniman monyet mengatakan kepada monyetnya untuk shalat, namun dia sendiri malah tidak shalat... kalo macam ni apa kata dunia???

marilah kita berserah diri hanya pada yang kuasa. sesibuk apapun kita teruslah berusaha dekat dengan-NYA karena sesungguhnya DIA dekat dengan kita....

No comments:

Post a Comment